Usaha Lumpuh, Warga Menjerit! Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelangkaan LPG Ini?
Nisa Istianur Rahman | 3 Februari 2025
Cerdiks.com, Salatiga - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, secara tegas membantah adanya kelangkaan LPG 3 kg di masyarakat. Dalam konferensi pers bertajuk “Capaian Sektor ESDM Tahun 2024 dan Rencana Kerja Tahun 2025” di Kantor Kementerian ESDM, ia menegaskan bahwa tidak ada pemangkasan subsidi maupun pengurangan impor gas untuk LPG 3 kg. Namun, realita di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Selama dua hari terakhir, masyarakat Kota Salatiga mengalami kesulitan dalam memperoleh gas bersubsidi ini, yang berdampak langsung pada kebutuhan rumah tangga dan usaha kecil.
Khoerudin, salah satu warga Salatiga, harus berkeliling hampir satu jam demi mencari gas. Namun, setiap warung yang ia datangi selalu memberikan jawaban yang sama: stok kosong. “Saya sudah coba cari ke berbagai tempat, dari Tegalrejo, Kembangarum, hingga Tingkir, tapi tetap tidak mendapatkan gas. Akhirnya saya pulang dengan tangan kosong,” ujar Khoerudin, Minggu (2/2/2025) malam.
Karena stok yang semakin menipis, warga bahkan ditawari untuk meninggalkan tabung kosong di warung dengan janji akan dikabari jika ada pasokan dari pangkalan. Namun, banyak yang memilih membawa pulang tabung kosong karena ketidakpastian ketersediaan gas.
https://www.partnerniagaindonesia.com/pajak-aman-mulai-500-ribuan
Dampak bagi Pelaku Usaha
Kelangkaan ini juga dirasakan oleh pelaku usaha kecil, seperti Benny Hindiarto, pemilik As Laundry di Kecamatan Sidorejo. Tanpa gas elpiji, usahanya terpaksa berhenti beroperasi. “Setrika uap dan pengering sangat bergantung pada gas. Kalau tidak ada gas, laundry jadi terhambat,” ungkapnya.
Agar tetap bisa melayani pelanggan, Benny akhirnya membeli gas berukuran 5,5 kilogram yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan gas 3 kg. “Jika kondisi ini terus berlanjut, bisa berdampak pada kenaikan harga jasa laundry dan barang lainnya,” tambahnya.
Sementara itu, Yanuar Prianggara, pemilik usaha kuliner Cakar Mbledos, juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan elpiji. “Gas ini kebutuhan utama bagi rumah tangga dan usaha. Kami berharap pemerintah segera menjamin pasokan dan distribusinya agar tidak semakin menyulitkan masyarakat,” ujarnya.
Kebijakan Pemerintah yang Merepotkan
Di tengah kelangkaan ini, kebijakan pemerintah mengenai distribusi elpiji bersubsidi semakin menambah beban masyarakat. Penerapan sistem pencatatan digital melalui aplikasi MyPertamina, misalnya, membuat banyak warga kebingungan dalam mengakses elpiji bersubsidi. Selain itu, pembatasan pembelian hanya kepada warga yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) membuat sebagian besar masyarakat yang membutuhkan justru tidak dapat mengaksesnya.
Sejumlah pakar ekonomi menyebut bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi subsidi LPG yang dianggap membebani anggaran negara. Namun, tanpa ada solusi alternatif yang memadai, dampaknya justru semakin menyulitkan masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada elpiji untuk kebutuhan rumah tangga dan usaha kecil.
Beberapa pengecer juga mengeluhkan aturan ketat dalam penyaluran gas yang membuat distribusi terhambat. “Dulu, kami bisa menjual langsung kepada warga. Sekarang, harus mengikuti prosedur yang rumit, bahkan stok di pangkalan juga sering kosong,” ujar salah satu pemilik warung.
Warga dan pelaku usaha berharap ada solusi cepat dari pihak berwenang agar kelangkaan ini tidak terus berlanjut. Tanpa adanya pasokan gas yang stabil, aktivitas ekonomi masyarakat, terutama UMKM, bisa semakin terhambat.




ILUSTRASI- Masyarakat lagi-lagi dipusingkan dengan kondisi LPG 3 kilogram yang mulai langka di Kutai Kartanegara. Jika pun tersedia, harganya melambung tinggi.

